Degradasi Generasi

Assalamu'alaikum... Entah karena apa terlintas dalam benak tentang judul artikel ini? Penulis kali ini hanya ingin membeberkan hasil percakapan dengan beberapa orang tua yang peduli terhadap anaknya dan anak-anak lain yang sebaya dengan anaknya, atau mungkin lebih tepatnya "peduli terhadap generasi". Dari hasil percakapan dengan beberapa orang tua tadi pagi, cukup membuat penulis menjadi lebih terbuka dengan cara pandang sebagian orang tua, yang pada awalnya penulis merasa begitu dingin menusuk sumsum ketika membahas generasi penerus dalam pandangan orang tua. Karena penulis beberapa kali melakukan interview sederhana dengan hasil yang kurang memuaskan dan membuat hati ini kecut untuk membahas lagi cara pandang orang tua terhadap anaknya dan generasi penerus bangsa ini.


Ada beberapa poin penting yang penulis ambil dari hasil perbincangan ringan diwarung kopi tadi pagi, diantaranya:

1. Pentingnya Pendidikan Agama

Poin ini mendapat sorotan terbanyak dari orang tua. Lemahnya pendidikan agama terhadap anak mendorong anak menjadi pribadi yang tak terkendali, baik dari sisi emosi maupun dari cara berfikir. Anak-anak yang diabaikan pengetahuannya tentang agama, cenderung menjadi anak yang kurang pintar dikelas, hal bagi beberapa orang tua dirasakan keterkaitan antara agama dan prestasi sangatlah signifikan. Bahkan beberapa orang tua membanding anak-anak mereka sendiri antara satu dengan lainnya. Para orang tua sangat sepakat bahwa pendidikan agama kepada anak sejak usia dini akan membentuk pribadi anak yang tangguh, pantang menyerah, berani mengambil resiko, berani melawan malas, tidak mau berdiam diri dalam hal-hal yang menghabiskan waktu tanpa manfaat. Pengetahuan agama pada anak telah mendorong diri mereka untuk menempatkan diri mereka lebih mulia, lebih beradab, lebih pintar dari pada teman-teman sebayanya. Semangat kompetisi anak yang lebih banyak waktu belajar agama  mampu mengendalikan diri untuk tetap berdisiplin dalam mengatur waktu belajar, waktu bermain bahkan waktu istirahat. Mereka mampu mengontrol dirinya sendiri dibanding anak-anak yang kurang dalam pendidikan agama. Ini berarti bahwa pendidikan agama yang intensif akan membimbing dan mengarah anak menjadi berprestasi. Walau pun banyak sekali pelaku pendidikan yang hari ini justru mengabaikan pentingnya pendidikan agama. Keadaan ini sangat miris karena melahirkan banyak sekali anak-anak yang malas, semaunya sendiri, berkelompok hanya untuk menghabiskan waktu, menghamburkan uang orang tuanya tanpa tujuan yang jelas. Para pakar generasi sering menyebut anak-anak hari ini adalah generasi Z atau generasi milenial. Cara pandang para pakar ini justru akan menggiring pola pikir anak kearah ketakutan para pakar generasi itu sendiri. Hal ini karena karakter penasaran yang lebih dominan dari pada keinginan untuk mengendalikan diri pada anak generasi sekarang. Anak jaman now justru akan melakukan sesuatu yang dilarang hanya karena ingin menunjukan eksistensinya dihadapan masyarakat sosial. Sifat-sifat jelek ini muncul karena anak-anak tersebut tidak memiliki kontrol diri, pada kontrol diri yang terbaik adalah agama...

2. Pembatasan Waktu Penggunaan Gadget/Smartphone

"Ini dia biang keladi kemalasan generasi" Ungkap salah seorang orang tua anak sambil berkelakar. Gurauan ini bukan tanpa sebab, karena jika kita perhatikan hampir disepanjang mata memandang pasti tidak akan terlepas dari orang-orang yang memegang gadget, termasuk didalamnya adalah para generasi berikut. Menurut data yang disampaikan Karthik Venkatakrishnan, regional director Digital GFK Asia, secara rata-rata orang Indonesia menghabiskan waktu dengan smartphone-nya selama 5,5 jam sehari dan membuka 46 aplikasi dan alamat website. 24 jam waktu yang diberikan oleh Allah terambil sebanyak hampir 6 jam. Apa yang ada didalam smartphone itu? Apakah kemudian mampu meningkatkan prestasi? Apakah mampu meningkatkan ketaqwaan? Apakah mampu mempertebal keimanan? Pertanyaan-pertanyaan tentang manfaat smarphone ini seharusnya menjadi benteng bagi siapa saja dalam menggunakan smartphone. Memang betul, smartphone adalah alat canggih yang keberadaannya mampu mengubah kondisi dunia saat ini. Era digital mampu mendorong peningkatan diberbagai hal, namun ternyata bagi orang (ma'af) Indonesia, itu justru fungsi smartphone cenderung digunakan untuk mencari hiburan, seakan-akan kita itu orang-orang yang kurang hiburan (dengan kata lain stresssssss). Se-setress itukah orang Indonesia, hingga smartphone saja dijadikan media hiburan? Bukan berarti tidak boleh memanfaatkan smartphone untuk mencari hiburan, tapi mbok ya jangan setiap saat jadi hiburan. Masih banyakkan buku yang belum kita baca?
Kebiasaan orang-orang dewasa yang terlalu "cinta" kepada smartphone itu secara langsung mendidik generasi untuk melakukan hal sama. Dan ketika seorang anak sudah mencapai level kecanduan, maka itu sangat sulit untuk disembuhkan. Ketergantungan kepada smartphone memiliki efek yang hampir mirip dengan narkoba. Silahkan perhatikan? Anak yang terbiasa berlama-lama dengan smartphone akan cenderung tidak nyaman ketika smartphone-nya tidak dibuka dalam waktu lebih dari 5 menit. Mereka akan gelisah ketika smartphone-nya kehabisan baterai atau lupa menyimpan, bahkan lebih parahnya lagi, menjadi malas ketika smartphone sudah tidak bisa digunakan untuk mengakses internet. Anak yang sedianya berada pada masa emas, justru terenggut masa keemasannya oleh kemajuan teknologi. Mereka enggan untuk memegang buku, enggan untuk membaca, enggan untuk belajar, enggan untuk membantu orang tua, enggan dan enggan yang ada dalam pikiran mereka ketika berhubungan dengan dunia diluarnya. Mereka menjadi nyaman ketika sudah berhubungan dengan internet, seakan internet adalah tempat yang sangat mengerti kebutuhan anak. Pola pikir seperti ini lahir bukan tanpa sebab, namun orang-orang dewasa disekitarnya secara tanpa disadari telah mendidik mereka menjadi anak yang anti-sosial. Mereka lebih bangga menceritakan teman-teman maya mereka dibanding harus bermain dihalaman atau duduk bersama untuk membahas materi yang baru saja disampaikan di kelas. Masa sekarang ini, kita sebagai orang tua harus berperan aktif untuk memperhatikan dan membatasi waktu anak dalam menggunakan smartphone, sebelum semua menjadi candu yang sulit disembuhkan. Ingatkan mereka akan bahayanya menggunakan teknologi tanpa perencanaan, tanpa benteng diri, tanpa manfaat yang jelas. Mari selamatkan generasi hari ini dari ketergantungan pada smartphone. 
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menyebutkan penggunaan gadget adalah hak anak. Tapi, usia ideal anak dapat mengakses gadget saat menginjak usia 13 tahun. Ini adalah payung hukum yang bisa kita gunakan untuk mendidik anak bahwa gadget bukanlah kebutuhan primer, namun hanya sebagai penunjang keberhasilan dalam belajar.

3. Pembatasan Waktu Penggunaan Kendaraan

Pertumbuhan jumlah kendaraan di- Indonesia terutama dipulau jawa mencapai titik yang tak terbayangkan. Bahkan, satu rumah saja bisa memiliki 2 hingga 5 sepeda motor atau mobil. Kendaraan yang selayaknya digunakan untuk mempemudah dan mempercepat waktu kesekolah, justru berubah fungsi ketika lingkungan telah merubah cara pandang mereka akan manfaat kendaraan. Para generasi justru terjebak dalam koloni yang salah arah. Mereka membentuk kelompok-kelompok nongkrong berjamaah yang sejatinya tidak bermanfaat secara signifikan untuk menudukung kepentingan belajar. Kendaraan justru menjadi alat akselerasi tindakan negatif seperti halnya bolos. Dengan adanya kendaraan yang diberikan oleh orang tua sebagai fasilitas pendukung belajar, justru membuat anak menjadi mudah untuk bepergian dari satu kampus ke kampus lainnya yang biasanya berakhir di lokasi yang sulit dijangkau oleh siapapun untuk memantau mereka. Sehingga menjadi jelas, kendaraan hari ini mempuyai andil dalam menurunkan kualitas generasi. Pemahaman mereka (para generasi) yang salah dalam memanfaatkan kendaraan, bisa menjadi pemicu kemalasan dalam belajar. Mereka para generasi lebih tertarik untuk berhura-hura menghamburkan waktu dengan meninggalkan ruang kelas untuk berkumpul disuatu tempat yang lingkungan tempat mereka bermain saja belum atau tidak mendukung pada prestasi belajar. Lagi-lagi agama seharusnya hadir dalam kehidupan generasi untuk mengarahkan mereka dalam memanfaatkan fasilitas dengan baik, agar fungsi kendaraan ini benar-benar bernilai positif untuk mendukung proses tranfer ilmu terutama didunia pendidikan. Ayo para orang tua, para guru, masyarakat, bantu generasi untuk tetap bersemangat dalam belajar dengan membatasi mereka dalam menggunakan kendaraan...

4. Pentingnya Perhatian Orang Tua Terhadap Anak

Ketiga poin diatas mutlak menjadi beban yang harus dipikul setiap orang tua. Jangan sampai orang tua tidak peduli dengan hal-hal yang sedang terjadi bahkan sangat dekat disekitar kita. Jangan abaikan anak-anak kita walaupun mereka bukanlah anak kita. Tumbuhkan kesadaran dalam benak para orang tua, bahwa ketika kita peduli dengan generasi, maka anak kita pun akan diperhatikan dengan baik oleh orang lain. Apalagi kepada anak sendiri, jangan hanya karena usia mereka remaja kemudian orang tua lepas tangan dalam mendidik mereka. Anak-anak yang menginjak remaja, adalah generasi yang masuk masa emas, yang harus terus dididik, diarahkan, didorong agar tumbuh jiwa kompetisi yang akan membangkitkan kembali ruh belajar mereka. Ketidak pedulian orang tua hanya akan melahirkan ketidak pedulian anak dengan lingkungan, keluarga bahkan tak lagi peduli pada dirinya sendiri. Anak-anak menjadi tidak lagi peduli tentang prestasi dirinya, tidak lagi peduli dengan apa yang akan dihadapi dimasa datang, tak lagi peduli tentang bagaimana mempersiapkan diri menghadapi kehidupan yang semakin porak-poranda ini. Jangan sampai dikemudian hari hanya tersisa penyesalan tanpa ujung hanya karena kita abai terhadap anak-anak.

Sebenarnya masih ada beberapa lagi bahasan-bahasan menarik tentang percakapan generasi ini. Namun lain waktu akan kita sambung lagi tentang pentingnya melawan degradasi genererasi. 

Artikel ini ditulis dalam keadaan ngantuk yang sangat hebat di Workshop Henduino karena tidak tertidur semalam gara-gara laptop ngadat. Tulisan ini ditulis setelah secangkir kopi terhidang, dan proses installasi sistem operasi selesai. Sampai jumpa diartikel selanjutnya...

Wassalamu'alaikum... 
Banjarsari, 29-01-2019

Comments